Dalam
acara bincang-bincang dengan saksi sejarah KAA di Gedung Merdeka, Bandung
Senin, Demin Shen mengatakan banyak pesan Soekarno pada pidato tersebut yang
masih relevan dengan berbagai permasalahan bangsa saat ini.
"Banyak
pesan dalam pidato yang bersemangat kemerdekaan Asia Afrika itu, yang harus
didengar oleh pejabat negara yang berkuasa sekarang," ujarnya.
Soekarno
dalam pidato di depan pimpinan 29 negara Asia-Afrika pada 1955 menyatakan bahwa
kolonialisme sesungguhnya belum mati. Kolonialisme, menurut Soekarno, jangan
hanya dilihat dalam bentuk klasik tetapi bisa mengenakan 'baju' modern dalam
bentuk penguasaan ekonomi, intelektual, serta penguasaan material yang nyata.
Soekarno
juga mengingatkan bangsa-bangsa Asia Afrika agar kemerdekaan tidak hanya diisi
secara materi, tetapi juga secara etika dan moral.
Karena,
menurut Soekarno, tujuan manusia yang tertinggi adalah pembebasan manusia dari
belenggu ketakutan dan kemiskinan yang bisa menurunkan derajat kemanusiaannya.
"Saya
kira banyak pejabat negara kita yang malu apabila membaca pidato Bung Karno
itu," ujar Demin.
Demin
yang saat pelaksanaan KAA berusia 19 tahun dan bertugas menerjemahkan semua
dokumen konferensi dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Tionghoa itu mengatakan
pejabat agar tidak menjajah rakyatnya sendiri selama berkuasa.
Menurut
dia, salah satu bentuk penjajahan kepada bangsa sendiri adalah mahalnya
pendidikan sehingga hanya bisa diakses oleh kalangan mampu saja.
"Sehingga
sama saja dengan kolonialisme yang waktu itu sengaja membuat rakyat kita bodoh
agar terus bisa dijajah," ujar Demin yang ahli bedah dan saat ini menjabat
salah satu direktur di Rumah Sakit Rajawali, Bandung, itu.
Acara
bincang-bincang dengan saksi sejarah KAA juga menghadirkan Jakcson Leung
sebagai pengalung bunga untuk Perdana Menteri China Chou En Lai dan mantan Duta
Besar Wisber Loeis yang pada 1955 masih berstatus mahasiswa ikatan dinas
Akademi Luar Negeri dan diperbantukan sebagai tenaga protokol.
Wisber
mengatakan KAA pada 1955 dapat berhasil dan menyepakati Dasa Sila Bandung yang
akhirnya menginspirasi banyak negara di Asia Afrika untuk memerdekakan diri
karena didasari oleh toleransi dan jiwa negarawan yang besar dari 29 pemimpin
dunia yang hadir kala itu.
Semangat
kebersamaan mereka, lanjut Wisber, juga tergolong tinggi karena dapat
menyepakati Dasa Sila Bandung secara musyawarah mufakat.
Tekad
Indonesia untuk menjalankan politik luar negeri bebas aktif sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, menurut mantan Duta Besar RI untuk Jepang
itu juga sangat tinggi, sehingga Konfrensi Asia A frika bisa lancar
diselenggarakan di tengah-tengah ketidakstabilan politik dalam negeri dan
gangguan keamanan dari DI/TII di Povinsi Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar